Oleh Supadilah S.Si
Wajah penegakan hukum di Indonesia kembali tercoreng. Tidak tanggung-tanggung, orang yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah orang nomor satu pada lembaga konstitusi di negara ini. Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar secara mengejutkan ditangkap oleh KPK pada Kamis (3/10). Meski ada yang mengatakan, penangkapan ketua MK ini sudah diprediksi beberapa tahun sebalumnya, tapi bagi rakyat awam ini adalah peristiwa tragis. Sebab yang menjadi tersangka adalah orang yang seharusnya menjadi tumpuan rakyat dalam penegakan hukum. Penangkapan ketua MK ini semakin menambah daftar panjang aparat penegak hukum yang ditangkap KPK. Setelah sebelumnya beberapa hakim juga terjerat kasus korupsi dan suap.
Padahal MK adalah lembaga konstitusi tertinggi di Negara ini. Keputusan oleh MK bersifat final. Artinya, keputusan yag ditetapkan oleh siapa saja dan lembaga mana saja bisa berubah sebelum sampai di MK. Jika putusan itu sudah ditetapkan oleh MK, maka itu adalah putusan final dan tidak akan berubah.
KPK menyita senilai 3 M dan mobil dinas Akil Mochtar. Dengan adanya barang bukti itu, sulit bagi Akil Mochtar untuk berkelit. Selain Akil Mochtar, KPK juga menangkap anggota DPR berinisial CHN, dan pengusaha berinisial HB serta DN.
Di satu sisi, penangkapan ketua MK ini merupakan kabar baik bagi rakyat karena KPK yang terus menunjukkan kinerjanya yang semakin baik dengan mengungkap kasus-kasus korupsi. Tapi lain sisi, peristiwa ini membuat rakyat semakin kehilangan kepercayaan terhadap penegakan hukum di negeri ini. Rakyat semakin apatis terhadap aparat penegak hukum.
Ibarat kata pepatah Minangkabau “tungkek pambaok rabah”, artinya tongkat pembawa rebah (jatuh). Tongkat yang seharusnya menjadi tumpuan bagi seseorang agar bisa berdiri dan berjalan, justru tongkat itu yang membuat dirinya jatuh. Tongkat yang menjadi harapan agar membuat kondisi semakin baik, malah menjadi penyebab utama kejatuhan atau kebobrokan. Mereka yang diharapkan menjadi tumpuan dan barisan terdepan penegakan hukum, malah menjadi orang yang meruntuhkan dan merontokkan hukum itu sendiri.
Akil Mochtar, yang dilantik menjadi ketua MK pada 20 Agustus 2013 adalah lulusan S3 Doktor Ilmu Hukum Universitas Padjajaran Bandung. Jelas Akil Mochtar sangat paham dengan hukum. Akil Mohchtar tentu tidak lupa, bahwa pada saat pengangkatannya, AM melakukan pengambilan sumpah janji di atas kitab suci dan disaksikan oleh rakyat. Tapi sekarang Akil Mochtar menjadi tahanan KPK.
Peristiwa ini menjadi pelajaran bagi kita bahwa siapa saja bisa tersandung kasus hukum. Kedepannya, negara harus sangat selektif lagi dalam memilih aparat hukum. Agar penegakan hukum di negeri ini benar-benar berjalan sebagaimana diharapkan. Tidak dipungkiri, kasus Akil Mohtar ini fenomena gunung es. Mungkin masih banyak lagi aparat penegak hukum dan wakil rakyat yang melakukan tindak pelanggaran hukum ini. Banyak hakim yang berkhianat atas amanah yang diberikan oleh rakyat.
Mari dukung KPK untuk terus bergerak dan menjalankan tugasnya. Akan tetapi, KPK juga jangan lupa dengan PR-nya yang sudah lama tidak tuntas dan merupakan pekerjaan besar. Ada mega skandal kasus Bank Century yang mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp 6,76 triliun yang sudah lima tahun tidak terselesaikan. Padahal sudah ada beberapa nama yang dijadikan tersangka namun belum juga ditangkap. Kasus Hambalang dengan kerugian negara Rp. 463 M yang melibatkan beberapa petiggi partai politik. Juga kasus suap Luthfi HasanIshaq (LHI) yang tak kunjung selesai dan beralih-alih statusnya dari kasus suap menjadi tindakan pencucian uang. Rakyat menantikan KPK menuntaskan kasus-kasus itu.
Apa kabar penegakan hukum di Indonesia? Semoga semakin membaik. Rakyat sudah sangat lama menantikan penegakan hukum yang tegas dan tidak tebang pilih Kita sangat berharap hukum di Indonesia dihormati dan dijunjung tinggi.
Untuk mewujudkan itu, diperlukan kontribusi dan partisipasi dari berbagai pihak yaitu rakyat, aparat hukum, dan presiden. Rakyat harus melek hukum. Jangan apatis dengan penegakan hukum. Cepat atau lambat, hukum pasti akan tegak menjulang di negeri ini. Aparat hukum juga harus benar-benar menjalankan amanah dari rakyat dengan penuh tanggungjawab. Sementara itu, kita juga berharap ketegasan presiden dalam pemberantasan kasus korupsi. Presiden adalah orang yang memiliki kekuasaan sangat besar dalam penegakan hukum dan pemberantasan korupsi. Dia adalah pemilik komando tertinggi dan paling menentukan keberhasilan penegakan hukum. Semoga penegakan hukum di negeri ini semakin membaik.
Supadilah S.Si.
Lulusan Universitas Andalas, Padang. Guru di SMA Terpadu Al Qudwah, Rangkas Bitung.
Alamat : Juanda Residence, Blok D.2 Leuwikawung, Rangkasbitung, Lebak Banten.
085274393800