Oleh Supadilah S.Si
 
Kebijakan pemerintah melalui Kemenkes pada Pekan Kondom Nasional (PKN) membagi-bagikan kondom secara gratis menuai kontroversial dan kecaman dari banyak pihak. Gelombang aksi dan opini menolak gebrakan perdana Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi semakin gencar dan membesar. Banyak pihak yang menyayangkan kebijakan keliru Kemenkes ini. Alih-alih sebagai upaca mencegah penyebaran HIV-Aids, program bagi-bagi kondom gratis hanya melegalkan dan mendorong seks bebas (free sex). Logikanya, setelah diberi kondom, maka kondom itu akan dipakai, tidak mungkin disimpan saja. Dalam arti lain, boleh melakukan seks asalkan aman (safety).
Dalam program ini, kemenkes membagikan kondom secara gratis menggunakan bus dengan pilihan gambar perempuan berpose sensual ke beberapa tempat umum bahkan masuk ke lingkungan pendidikan atau kampus. Kemenkes yang mengatakan bahwa program ini tidak menjangkau ke lingkungan pendidikan terbantah dengan dokumentasi penampakan bus masuk kampus. Dan benar saja, pada bus terpasang stiker perempuan dengan ukuran besar berpose tidak sopan.
Pekan Kondom Nasional yang akan berlangsung pada 1-7 Desember 2013 hingga kini telah menuai banyak kecaman oleh banyak pihak. Aksi menentang program salah sasaran ini muncul di berbagai daerah. Namun Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi masih belum bergeming untuk menghentikan program ini. Sebelumnya, dia mengatakan bahwa kondom bukan barang terlarang untuk dibagikan. ‘’Kondom bukan barang terlarang, seperti narkotika. Jadi tidak perlu risau, jika ada yang bagi-bagi kondom,” ujar Nafsiah dalam konferensi pers Hari AIDS Sedunia di Jakarta, akhir pekan lalu.
Selain itu, lulusan Master of Public Health (MPH) dari Institute of Tropical Medicine, Antwerpen, Belgia ini juga menyatakan bahwa kondom aman dipakai karena terbuat dari bahan latex yang tidak berpori. Jelas ini tidak benar. Hasil penelitian dan kajian banyak pakar dan ahli baik dalam negeri maupun luar negeri yang menyatakan kondom tidak efektif sebagai pencegahann HIV-Aids. Disebutkan bahwa pada kondom (yang terbuat dari bahan latex) terdapat pori-pori dengan diameter 1/60 mikron dalam keadaan tidak meregang. Sedangkan bila dalam keadaan meregang, lebar pori-pori tersebut mencapai sepuluh kali. Sementara ukuran virus HIV berdiameter 1/250 mikron. Dengan demikian, virus HIV dapat dengan leluasa menembus kondom.
Dulunya, kondom dipakai sebagai salah satu alat untuk Program Keluarga Berencana (KB). Faktanya, kegagalan kondom untuk program Keluarga Berencana saja mencapai dua puluh persen. Apalagi untuk program HIV/AIDS, maka akan lebih besar lagi tingkat kegagalannya. (Majalah Eramuslim Digest, Edisi Koleksi 5)
           
Data 2,3 juta remaja melakukan aborsi setiap tahunnya memang menjadi perhatian kita bersama. Tapi harus dijawab dengan program yang tepat. Bukan program yang salah arah ini. Ditengah dekadensi moral remaja di negeri ini, harus selektif memilih kebijakan yang tepat, jangan sampai kebijakan yang digulirkan menuai hasil ‘jauh panggang dari api’.
                       
Lihat saja stiker bus yang menampilkan gambar tidak sopan, sama saja kampanye pornografi yang gratis dan dapat diakses secara maskimal. Mengumbar aurat secara bebas. Bisa dilihat oleh siapa saja yang dilewati oleh bus.
Sungguh aneh negeri ini. Dengan jumlah umat islam terbesar di dunia, kebijakan sejalan dengan norma agama masih terombang ambil, sementara kebijakan bertentangan dengan norma agama lepas landas. Bandingkan dengan tuntutan polwan untuk berjilbab yang hingga kini belum bisa disahkan oleh pemerintah.
Kini kita menunggu kesadaran Menkes Nafsiah Mboi akan kesalahan tentang programnya ini. Tingginya angka ODHA tidak bisa dikurangi dengan bagi kondom gratis. Upaya pencegahan lebih efektif. Seharusnya kemenkes memilih program yang lebih tepat misalnya dengan penguatan penyadaran akan bahaya seks bebas, menggencarkan kampanye pencegahan penyebaran virus HIV-Aids, atau mengadakan kegiatan-kegiatan pada peringatan hari Aids seperti jalan sehat, lomba-lomba, dan sejenisnya yang dapat memanfaatkan waktu mereka untuk hal yang positif. Dengan demikian perhatian mereka dialihkan pada kegiatan yang lebih bermanfaat.
Akankah SBY atau DPR memanggil Menkes atas kejadian ini? Kita tunggu kabarnya. Bagi SBY, ini bisa menjadi bumerang baginya mengingat penunjukan menteri adalah kewenangannya. Terlebih, ini adalah masa-masa akhir periode jabatan SBY. Jangan sampai rakyat dihadiahi kado perpisahan yang menyakitkan. Kita berharap ada perhatian dari SBY tentang bom kondom ini. Kalau tidak, maka Pekan Kondom Nasional bisa menjadi Pekan Kebodohan Nasional.
Penulis adalah guru di SMA Terpadu Al Qudwah, Jl. Maulana Hasanudin Kp. Cempa Desa Cilangkap-kalanganyar-Lebak. Alamat Rumah : Juanda Residence, Blok D.2 Leuwikaung, Lebak. Bisa dihubungi 085274393800/ facebook : Supadilah