Pada hari Jumat tanggal 10 Februari 2023 seluruh siswa dan karyawan SMA Terpadu Al Qudwah melaksanakan shalat ghoib untuk para korban bencana gempa yang terjadi di Turki dan Suriah, setelah melakukan penggalangan dana yang diadakan oleh Qudwah Care. Shalat ghoib sendiri adalah sholat jenazah yang dilakukan tanpa adanya tubuh orang yang wafat di tempat pelaksanaan sholat, mengingat kita sedang menyolatkan para saudara kita yang wafat dikarenakan gempa yang melanda Turki dan juga Suriah.
Dilansir dari detik hikmah, cara mengerjakan sholat ghaib sendiri, sama seperti ketika melaksanakan sholat jenazah, hanya saja berbeda lafal niat dan lokasi yang jauh dari si jenazah, berikut adalah tata caranya, hal ini dikutip dari Kitab Lengkap Panduan Sholat oleh M. Khalilurrahman Al-Mahfani, Ma dan Abdurrahim Hamdi, MA.
1. Berdiri (bagi yang mampu) dan mengucapkan niat seperti bacaan di atas.
2. Takbiratul ihram seperti sholat biasa.
3. Kemudian membaca Al-Fatihah.
4. Takbir kedua membaca sholawat berikut:
اللّـٰهُمَّ صَلَّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِي الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
Bacaan latin: Allahumma sholli alaa muhammad wa ala aali muhammad. Kamaa shollaita ala ibrahim wa ala aali ibrahim. Wa barik ala muhammad wa ala aali muhammad. Kama barakta ala ibrahim wa ala ali ibrahim. Innaka hamidun majiid.
5. Takbir ketiga membaca doa untuk mayit berikut:
اللّـٰهُمَّ اغْفِرْ لَهُ، وَارْحَمْهُ، وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ، وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ، وَوَسِّعْ مَدْخَلَهُ، وَاغْسِلْهُ باالْمَاءٍ وَالثَّلْجِ والْبَرَدِ، وَنَقِّهِ مِنَ الخَطَايَا كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ، وَأَبْدِلْهُ دَاراً خَيْراً مِنْ دَارِهِ، وَأَهْلاً خَيْراً مِنْ أَهْلِهِ، وَزَوْجاً خَيْراً مِنْ زَوْجِهِ، وَأَدْخِلْهُ اْلجَنَّة وَأَعِدْهُ مِنْ عَذَابِ اْلقَبْرِ وَعَذَابِ الناَّرِ
Bacaan latin: Allahummaghfir lahu warhamhu waafihi wafuanhu, wa akrim nuzulahu, wawassi’ madkholahu, waghsilhu bil maa-i wats tsalji wal-baradi, wanaqqi-hi min khathaayaaya kamaa yunaqqats tsaubul abyadhu minal danasi, wa abdilhu daaran khairan min daarihi, wa ahlan khairan min ahlihi, wa zaujan khairan min zaujihi, waqihi fitnatal qabri wa adzaaban naari.
6. Takbir ke empat membaca doa untuk keluarga yang ditinggalkan
اللّـٰهُمَّ لاَ تَحْرِمْنَا أَجْرَهُ وَلاَ تَفْتِنَّا بَعْدَهُ وَاغْفِرْ لَنَا وَلَهُ وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَ بِااْلإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فىِ قُلُوْبِنَا غِلاَّ لِّـلَّذِيْنَ آمَنُوْا رَبَّناَ اِنَّكَ رَؤُفٌ الرَّحِيْمٌ
Bacaan latin: Allahumma la tahrim naa ajrahu walaa taftinnaa ba’dahu waghfirlanaa walahu. Waliikhwaninalladzinasabaquunabiliimaani walaa taj’al fii quluubina ghillallilladzina aamanuu robbanaa innaka rouufurrohiim
7. Salam dengan menghadap kanan terlebih dahulu.
Itulah pembahasan mengenai bacaan niat shalat ghaib dan tata cara shalat ghaib yang dapat kita ketahui
Sumber
https://www.detik.com/hikmah/khazanah/d-6412888/bacaan-niat-sholat-ghaib-lengkap-dengan-tata-cara-sholatnya
Nah, ada juga beberapa pendapat Ulama mengenai shalat ghoib ini sendiri seperti:
Ulama yang Membolehkan
Yaitu Imam Asy Syafi’i dan salah satu pendapat Imam Ahmad. Dalilnya adalah dishalatkannya Raja An Najasy oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam padahal An Najasy berada di negeri Habasyah (sekarang Ethiopia) sedangkan nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berada di Madinah.
Ulama yang Tidak Membolehkan
Yaitu Imam Malik dan Imam Abu Hanifah. Alasannya, karena shalat ghoib untuk An Najasy adalah khusus untuk beliau saja, tidak berlaku umum bagi yang lainnya.
Ulama yang Merinci
Yaitu boleh melakukan shalat ghoib, namun bagi orang yang mati di suatu tempat dan belum disholati. Kalau mayit tersebut sudah disholati, maka tidak perlu dilakukan shalat ghoib lagi karena kewajiban shalat ghoib telah gugur dengan shalat jenazah yang dilakukan oleh kaum muslimin padanya. Inilah pendapat yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah sebagaimana disebutkan oleh Ibnul Qoyyim dalam Zaadul Ma’ad. Pendapat ini juga dipilih oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin dalam Syarhul Mumthi’ dan Fatawal ‘Aqidah wa Arkanil Islam.
Alasan mereka adalah karena tidaklah diketahui bahwa nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat ghoib kecuali pada An Najasiy saja. Dan An Najasiy mati di tengah-tengah orang musyrik sehingga tidak ada yang menyolatinya. Seandainya di tengah-tengah dia ada orang yang beriman tentu tidak ada shalat ghoib. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyolati An Najasiy di Madinah, sedangkan An Najasiy berada di Habasyah (Ethiopia). Alasan lain, ketika para pembesar dan pemimpin umat ini meninggal dunia di masa nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam -padahal mereka berada di tempat yang jauh- tidak diketahui bahwa mereka disholati dengan shalat ghoib.
Pendapat Lainnya
Namun Syaikh Ibnu Utsaimin mengatakan bahwa sebagian ulama menganjurkan dilaksanakannya sholat ghoib bagi orang yang banyak memberikan manfaat dalam agama dengan harta, amalan, atau ilmunya. Namun bagi orang yang tidak seperti ini tidak perlu dilaksanakan sholat ghoib.
Sedangkan pendapat ulama yang menyatakan bolehnya shalat ghoib bagi siapa saja, ini adalah pendapat yang paling lemah. -Demikian penjelasan Syaikh rahimahullah yang kami sarikan-
Kesimpulan: Mengenai pensyariatan shalat ghoib terdapat perselisihan di antara para ulama yang mumpuni dalam masalah fiqih. Pendapat yang lebih mendekati kebenaran adalah pendapat yang merinci adanya sholat ghoib. Artinya shalat ghoib disyari’atkan apabila mayit tersebut belum disholatkan di suatu tempat. Adapun jika sudah disholatkan, maka tidak perlu ada sholat ghoib. Juga sholat ghoib bisa dilaksanakan khusus bagi orang-orang yang memiliki peran dalam masalah agama seperti ketika ada seorang ulama besar yang meninggal dunia, sebagaimana penjelasan tambahan dari Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin.
Semoga dengan penjelasan singkat ini kita bisa menghargai pendapat saudara kita yang lainnya. Karena penjelasan ini adalah untuk memahamkan bahwa dalam masalah sholat ghoib ini masih ada ruang untuk berijtihad karena masing-masing ulama memiliki hujjah (argumen yang kuat). Sehingga patutlah kita menghargai pendapat saudara kita yang berbeda karena dia juga memiliki dasar.
Sumber https://rumaysho.com/546-shalat-ghoib-disyariatkan-ataukah-tidak.html