Agenda ini rutin diadakan di SMAT Al-Qudwah. Namanya Inspirasi Pagi. Diadakan setiap dua pekan sekali. Pagi itu, Senin (20/8), kami kedatangan tamunya spesial. Beliau adalah Atih Rosita, tapi biasa panggilan bunda Cece. Beliau mengajar di Sekolah Khusus Negeri (SKh N) yaitu sekolah yang menangani siswa yang memiliki hambatan dalam penglihatan, pendengaran, emosi, dan lainnya.
Dipandu oleh Pak Lilo sebagai moderator, bunda Cece menceritakan pengalamannya sebagai guru disana.
Mengajar sejak tahun 2003, beliau secara tidak sengaja jadi guru. Meski dulu tidak ada niatan jadi guru, namun sekarang merasa jadi guru lebih keren.
“Awalnya guru tari. Suatu waktu dapat tantangan melatih tari anak-anak yang unik. Hanya mengandalkan kemampuan komunikasi wajah. Saat itu saya berpikir keras bagaimana menyelaraskan musik dengan tari itu. Padahal, anak biasa pun tidak mudah dengan musik itu. Tapi alhamdulillah, dengan bantuan Allah, menggunakan metode hitungan, akhirnya terlihat hasilnya. Anak SKHN senang dengan latihan itu, akhirnya saya pun semangat memberi dan memberi lagi kepada mereka” ujarnya.
Bunda Cece mengatakan, keberhasilan akan terasa indah jika tantangannya semakin besar.
“Bagi kami, guru SKh, keberhasilan itu tidak muluk-muluk. Tidak seperti guru lain yang merasa berhasil ketika anak didiknya jadi dokter, dosen, pejabat atau pegawai. Cukup satu peningkatan, misalnya hanya mengucap kata ‘ibu…’ itu menjadi sebuah kebanggaan” ungkapnya.
Guru yang khusus mengajar siswa tuna rungu ini mengatakan, saat belajar tidak langsung belajar. “Tapi harus konsentrasi dulu, melihat ke saya dulu, suasananya dibuat senang dulu” lanjutnya.
Khusyuk ikuti kursus bahasa isyarat
Dalam kesempatan itu, siswa SMAT Al Qudwah diberi kesempatan untuk bertanya. Hal ini tidak disia-siakan oleh mereka. Misalnya Cika Putri Azzahra, siswa kelas XI IPA yang bertanya, “Apa motivasi sehingga tetap sabar dan semangat mengajar, bunda?”
Dengan penuh perhatian, bunda Cece menjawab, “Mengajar disana adalah ujian kesabaran. Namun, melihat mereka dengan kondisi seperti itu, membuat saya bertambah rasa syukur”
“Juga menumbuhkan rasa syukur atas keluarga. Dan kami, menganggap bahwa mereka adalah titipan Allah. Sehingga kami harus tetap mengajar mereka” tukasnya.
Ada banyak pertanyaan dari siswa. Rupanya mereka sangat antusias dengan pemaparan bunda Cece. Dalam kesempatan itu pula, bunda Cece sedikit membagi cara bagaimana para siswa tuna rungu berkomunikasi. Bunda Cece mengajarkan abjad A-Z, menghitung 1 – satu juta, dan beberapa kalimat, dengan bahasa isyarat tangan. Siswa terlihat semangat mengikuti gerakan bunda Cece.
Hampir satu jam lamanya acara berlangsung. Meski di lapangan upacara sinar matahari sudah beranjak panas, namun semangat siswa terus menyala, mengikuti banyak makna yang bunda Cece hadirkan.
Siswa SMA Terpadu Al Qudwah memberikan bingkisan untuk Bunda Cece
Dalam penutupnya, bunda Cece berpesan agar kita mensyukuri hidup kita. “Kita ini jauh lebih beruntung. Dan cara mensyukuri keberuntungan adalah merasih kesempatan yang diberikan oleh Allah. Jangan pernah mengeluh” pungkasnya.