Kedamaian dalam negara kita menjadi hal yang semakin mahal. Kerukunan warga menjadi barang langka. Setiap hari di media massa baik cetak maupun elektronik selalu memberitakan berbagai kerusuhan terjadi di setiap belahan negeri ini. Dari perkotaan hingga pedesaan. Tidak hanya terjadi pada daerah metropolis dengan masyarakat tingkat indivudualisme yang tinggi, tetapi juga terjadi pada masyarakat yang masih tergolong teguh memegang adat istiadatnya. Mulai dari daerah Jakarta, Lampung, Ambon, Papua, Makasar, dan Padang serta daerah-daerah lain. Melibatkan semua umur baik para dewasa maupun anak-anak. Dengan peralatan modern seperti bom molotov, senapan angin, dan air keras maupun dengan peralatan tradisional seperti anak panah, ketapel, batu, dan sejenisnya.
Premanisme, tawuran pelajar, bentrok antar suporter sepakbola, bentrok  warga satu kampung, bentrokan warga antar kampung, dan bentrok warga bernuansa etnis yang disulut oleh isu sengketa lahan, agama, suku, sepakbola, hubungan antar pemuda, dan lainnya. 
Kasus kekerasan kerap melanda negeri ini. Bahkan seolah-olah sudah menjadi ‘budaya’. Para gubernur dan pimpinan daerah dibuat pusing dengan bentrok antar warga yang sering kali terjadi.
Jumlah kasus kekerasan seperti ini seperti fenomena gunung es. Dalam skala lebih kecil sebenarnya jumlahnya lebih banyak lagi. Tidak terhitung berapa jumlah perkelahian antar pemuda di kampung-kampung saat ada hiburan malam pada resepsi pernikahan. Hampir selalu ada perkelahian setiap ada hiburan. Sehingga perlu diberlakukannya jam malam. Bahkan pada beberapa daerah sudah tidak dibolehkan lagi adanya hiburan pada perayaan pernikahan untuk menghindari terjadinya perkelahian.
Pada masyarakat modern dengan tingkat keberagaman yang tinggi, gesekan-gesekan antar anggota masyarakat memang tidak bisa dihindari. Masyarakat dewasa ini makin individualis sehingga sedikit saja tersulut emosinya dapat menjadi meluas efeknya. Kekerasan fisik pun sering dianggap dan dipilih menjadi solusi dalam menyelesaikan masalah.
Apa sebenarnya yang terjadi pada masyarakat kita? Mengapa emosi mudah tersulut, kekerasan sering terjadi? Seolah-olah kekerasan adalah satu-satunya jalan yang bisa ditempuh dan dilakukan?
Memang banyak faktor yang menjadi penyebab tersulutnya bentrok antar warga diantaranya kesenjangan kesejahteraan, penegakan hukum yang belum maksimal, kecemburuan sosial, dan rendahnya tingkat pendidikan pada suatu daerah.
Kita tahu bahwa bangsa Indonesia terkenal dengan keramahan yang tersohor hingga ke negara lain. Juga terkenal dengan jiwa gotong royong dan musyawarahnya. Kearifan lokal (local wisdom) bangsa ini mungkin sudah terlupakan. Bahwa penyelesaian-penyelesaian atas masalah yang terjadi bisa diselesaikan dengan cara-cara musyawarah, gotong royong, dan dengan keramahan.
Selain itu, kita berharap pada kekuatan istitusi hukum di negeri ini yaitu Polri agar lebih maksimal menjaga keamanan daerah, lebih tegas lagi dalam menindak pelaku tindak kekerasan agar menimbulkan efek jera.
Upaya pencegahan tentu lebih efektif untuk mengantisipasi timbulnya tindak kekerasan ini. Maka perlu adanya pendidikan sosial yang tepat kepada warga misalnya dengan memberikan banyak penyuluhan, seminar, dan diskusi-diskusi baik kepada generasi mudanya maupun para pemuda dan orang tua. Peningkatan pendidikan kepada generasi muda agar dapat memutus mata rantai kebobrokan yang sudah mengakar.
Selain itu, peran tokoh masyarakat dan tokoh agama serta lembaga swadaya masyarakat untuk melakukan komunikasi persuasif kepada masyarakat perlu dikedepankan dalam mencari solusi yang jitu dan jangka panjang dalam menyelesaikan persoalan yang mendekap bangsa ini.
Sudah saatnya kita mengakhiri perselisihan dan pertengkaran yang semakin membuat bangsa ini terpuruk. Sesama warga negara, kita adalah bersaudara. Saling membantu untuk maju dan membawa bangsa ini ke arah yang lebih baik.